Friday, November 12, 2010

Dini Hari Kelabu

Aku pikir malam itu aku hanya mendengar suara deru kendaraan yang lewat samar-samar.  Tapi ternyata suaranya tak kunjung reda.
Malah makin menggemuruh.
Dan aku mulai merasakan getaran-getaran yang cukup kuat menggoyang kaca rumah.
Cukup sudah gempa yang pernah kurasakan Mei 2006 lalu di Jogja.
Sampai hari ini aku masih sedikit trauma dengan suara-suara dari dalam bumi.
Haruskah sekarang terulang lagi?

Spontan kupanggil adikku di lantai bawah.
Kutanya dia apa benar ini gempa. Dia bilang kaca-kaca bergetar, ada suara gemuruh; ada apa?  Yaahh...aku juga mendengarnya dari tadi.

Aku langsung ke bawah. Mengira-ngira yang terjadi. Membuka pintu rumah dan bergegas ke luar.
Tetangga sebelah rumah pun sudah ada di luar dan bertanya padaku apa yang sedang terjadi. Mereka pasangan suami-istri dengan putri kecil mereka tergendong dalam pelukan si ayah.
Kami melihat di utara rumah kami awan putih-kelabu yang bercampur kemerahan... langit tampak cukup terang..
Kami menyimpulkan...gemuruh & getaran ini berasal dari Gunung Merapi!
Tapi saat itu aku tak terpikir bahwa langit kemerahan itu berasal dari lava pijar merapi yang meletus dini hari itu.


Hatiku sedikit ciut, mengingat bahwa di rumah kami yang berjarak 25-30 km ini saja gemuruhnya terdengar...getarannya pun menggoyang kaca-kaca rumah.
Tak terbayang bagaimana perasaan orang-orang yang ada di atas sana?
Kami juga tidak mengetahui berita apa-apa. Di TV belum ada tanda-tanda berita terbaru.

Kami lalu masuk ke rumah, menyetel radio, dan aku berpikir untuk packing.
Ya, kusiapkan ransel, memasukkan segala sesuatu yang penting untuk dibawa sewaktu-waktu.

Di radio kami dengar, beberapa orang merasakan hal yang sama. Bahkan warga di Imogiri nun jauh di selatan sana juga mendengar suara gemuruhnya.
Aku melihat status teman-teman di Facebook. Banyak teman-teman yang di Jogja juga merasakan hal yang sama, ternyata.

Tak lama, warga ada yang melaporkan di radio itu di tempatnya sedang terjadi hujan pasir/hujan krikil. Kami terhenyak. Hujan pasir? Hujan krikil?
Tak pernah terbayang.
Di radio disebutkan, para warga yang panik banyak yang turun ke arah selatan untuk menyelamatkan diri. Kondisi jalan Kaliurang sangat padat.

Baru saja aku mau mengeluarkan motor untuk mengetahui kondisi jalan utama dini hari itu. Tapi tak lama, terdengar bunyi 'kletiik..pletakk..tikk...tiikk..'. Kusadari, hujan pasir sudah sampai di rumah kami. Aku tak jadi ke luar.

Kami hanya bisa berserah penuh pada kuasa Yang MahaAgung.
Dalam suasana yang mencekam saat itu, kami tetap merasakan perlindungan-Nya.
Kami mencoba untuk tetap tenang, tapi juga waspada.
Perasaan cemas, gelisah, takut, was-was, penasaran, bercampur jadi satu.
Terasa sedikit lelah memang. Mencari informasi ke sana kemari, demi memberikan kepastian dalam diri.
Setelah semua reda.. walau hati tak tenang, baru kami bisa tertidur saat subuh.
Benar-benar menantikan berita baru keesokan paginya. 


Hari ini...dini hari ini... tepat seminggu.

3 comments:

Anonymous said...

Puji Tuhan kamu baik2 aja yaa

Lla said...

Iya nih..puji TUHAN, kami baik2 aja. Cuma tetep doain orang2 yg terkena dampak yg lebih hebatnya...smoga mereka cpt pulih lg..

Wiwin said...

iya mba.. lumayan mencekam malam itu ya.. tapi anehnya kenapa aku tdk pernah merasakan gemuruh itu yaaa..hiks... hanya selalu dapat info dari ibuku (yg tinggal 10 km dari puncak Merapi) barulah aku nyadar apa yang terjadi :-(